RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Agussalim Bukhari, Ketua Komite Advokasi Percepatan Penurunan Stunting, Kesehatan Ibu dan Anak, serta SDG’s di Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), menyatakan bahwa susu ikan memiliki keunggulan seperti bahan baku yang mudah didapat serta kandungan nutrisi yang baik.

Pada konferensi pers daring yang diadakan oleh PB IDI di Jakarta, Agussalim menjelaskan bahwa susu ikan dan susu sapi memiliki perbedaan, namun keduanya baik sebagai sumber protein. Dia menekankan bahwa susu sapi impor memiliki harga tinggi karena biaya perawatannya yang mahal.

“Sedangkan untuk ikan kan lebih mudah, tinggal kita tangkap saja di perairan kita. Jadi dari segi bahan baku, itu lebih murah,” ucap Agussalim, mengutip Antara, Jumat (13/9/2024).

Salah satu keunggulan dari ikan adalah kandungan Omega 3 yang bermanfaat untuk jantung dan perkembangan otak anak. Dengan pengolahan modern, kandungan protein dalam hasil akhir ikan dapat ditingkatkan. Produk hasil olahan tersebut tidak memiliki bau amis sehingga cocok sebagai alternatif bagi anak-anak yang enggan makan ikan karena alasan bau.

Agussalim menjelaskan bahwa pemrosesan ikan menjadi susu dipilih karena makanan cair merupakan pilihan yang mudah dikonsumsi sebagai makanan tambahan. Menurutnya, masalah stunting tidak hanya disebabkan oleh kekurangan gizi tetapi juga terkait dengan masalah ekonomi. Oleh karena itu, penanganan stunting sebagai salah satu masalah gizi di Indonesia harus bersifat berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat.

“Saya ahli gizi klinik ya. Kalau pasien tidak mau makan yang padat, dia tidak bisa makan, diubah ke makanan lunak. Yang lunak, dia tidak bisa makan karena nafsu makannya sangat kurang, dan karena kondisinya misalnya, kita ubah lagi makanan sari. Makanan sari tidak bisa, makanan cair yaitu susu,” ucapnya.

Agussalim berpendapat bahwa memanfaatkan ikan sebagai produk lokal Indonesia untuk mengatasi masalah gizi anak dapat menjadi salah satu solusi yang memberdayakan masyarakat sekaligus meningkatkan status gizi. Produk gizi tersebut harus terjangkau, sehat, bergizi, dan aman selain berkesinambungan.

“Apalagi kalau gratis kan sangat bagus, bergizi dan aman tentunya. Jadi memudahkan upaya-upaya ini bisa mempercepat penurunan, kalau bisa 100 persen kan penurunan angka malnutrisi. Karena kan kualitas SDM sangat ditentukan oleh gizi, mulai dari seribu hari pertama tentunya,” kata Agusssalim.